Tahukah
kamu? Bahwa nasib itu saling tumpang tindih? Mereka berkesinambungan antara
satu dengan yang lain. Satu hitam, yang lain ikut buram.
Kalau
saja kau mujur, bisa saja kau dilahirkan pada juragan batik atau jamu. Lalu kau
bisa seenaknya memilih sekolah, jurusan, bahkan jajanan yang ingin kau makan.
Kalau sial,setidaknya kau masih jadi anak juragan!
Lain
halnya bila kurang beruntung, kau mungkin dilahirkan di keluarga yang tak
pernah ada uang jajan, plesiran, ataupun bayangan mobil apa yang ingin kau
beli. Jangankan memilih jurusan, pengembangan karir hingga gaji yang ingin
dicapai guna memperbaiki nasib jadi taruhan!
Selamat
datang kawan, hai nasib baik, hai nasib buruk! Kalian selalu
mengintai,menguntit, menyeringai padaku sejak dulu. Ah ya, aku tahu. Kalian
ingin memperbaiki kontrak kerja kita kan? Ya, selepas aku lulus ini, benar kan?
Tapi maaf, tak ada yang menarik lagi dari kalian. Aku pikir, kalian sudah
usang, harus hilang ditelan zaman. Biar, biar saja kalian disembunyikan Tuhan.
Toh tuan keadilan dan nyonya kemanusiaan masih berleha-leha dalam dekapan
cukong-cukong kekayaan. Sudah! Silahkan kalian terbahak-bahak. Aku tak peduli.
Sedetik
kemudian mataku nanar. Bibirku mengaduh, kepalaku tengadah, kepada langit,
kepada matahari yang terlalu terik. Terlintas di depanku, seorang bapak-bapak
setengah baya. la membawa gendongan dagangan, kacang goreng, manisan mangga,
tahu sumedang. Pakaiannya lusuh, sandal jepitnya menghitam, wajahnya letih.
Diantara wanita- wanita berbusana modis, dengan wajah menor, dan parfum yang
menggelegak syaraf, ia meniti hidup, selangkah demi selangkah, bersama nasib
yang entah dari mana.
Lidahku
tetap majal, tak bersuara. Teringat semalam, seorang perantauan dari
pakualaman, yogyakarta. la bawa berbagai minuman kemasan dengan sepeda kunonya.
Tak ada peringatan tahun baru. Tak ada telepon genggam di tangan. Nasibnya,
juga nasib anak istri di peraduan yang jadi tumpuannya berjingkat merangkaki
waktu.
Aku
membisu. Impian-impian akan nasib adalah sumber penderitaan. Tapi sayangnya,
hidupmu tak pernah berhenti untuk bermimpi, berencana, berandai-andai.
Dan,
tahukah kamu kawan? Bahwa nasib itu saling tumpang tindih? Mereka
berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Satu hitam, yang lain ikut buram.
21.18,
kereta majapahit, menuju pasar senen, 29 Nopember 2014. Selesai di Blok M, 1
Desember 2014, 17.33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar