Rabu, Desember 24, 2014

jalan muram


Kita dilahirkan secara sendirian ke dunia. Ibu adalah perantara. Ia bagaikan jalan, mengantarkan kita ke dunia, memperlihatkan arah dan tujuan, hingga akhirnya kaki kita sendiri yang melangkah, otak kita yang memutuskan.

Terkadang jalan akan bercabang. Perempatan, pertigaan, bahkan perlimaan atau mungkin lebih, harus dilalui. Mata kita akan awas pada setiap pengguna jalan yang lain. Hati-hati, kecepatan menjadi titik penentu. Keselamatan jadi penting. Namun, terkadang kita harus memilih resiko. Entah itu besar atau kecil, resiko yang kita pilih akan membuntuti. Ia membonceng di jok belakang, berpegangan erat pada punggungmu
bilamana motor kau pilih sebagai pengantar. Ada saatnya mobil kau gunakan, lalu ia akan duduk disampingmu, memandangmu dengan tatapan tajam, menyeringai, mungkin tersenyum, meskipun kau terus sibuk menyetir mengendalikan laju.

Senin, Desember 15, 2014

Titian Nasib 1



Tahukah kamu? Bahwa nasib itu saling tumpang tindih? Mereka berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Satu hitam, yang lain ikut buram.

Kalau saja kau mujur, bisa saja kau dilahirkan pada juragan batik atau jamu. Lalu kau bisa seenaknya memilih sekolah, jurusan, bahkan jajanan yang ingin kau makan. Kalau sial,setidaknya kau masih jadi anak juragan!

Minggu, September 14, 2014

Jarak

Sebenarnya jika kau tahu, jarak hanyalah ilusi. Ia hanya mengelabui pandanganmu yang tak lebih dari pembatasan imaji. Setiap jengkal yang kau lihat, membuat bayangan akan bentuk sebelum adanya menjadi kabur. Ia lari, menghilang, ditelan asap yang bernama fakta. Bahkan ketika itu dilukiskan secara surealis, kata-kata hingga rona tersirat dalam otak berubah, menjadi butiran-butiran yang mengumpul. Setiap butir berpegangan erat. Satu per satu. Memanjang, melebar, meninggi, dan saling mengisi. Begitulah jarak diciptakan.

Kamis, Februari 06, 2014

Pemimpin Cepat Saji = Pemimpi-n?

*Dalam tulisan ini saya kesampingkan semua buku teori yang ada. Saya hanya melihat dalam kacamata faktual saja sebagai keluh kesah seorang manusia. Opini ini bersifat subjektif. Tulisan ini pun tak teratur. Kritik dan saran tentu sangatlah diharapkan oleh penulis,

Manusia tak mampu hidup sendiri. Mereka berbaur satu dengan yang lain. Biasanya membentuk kelompok dengan minimal suatu kesamaan, baik itu tujuan, kegemaran, bahkan sampai kebencian. Tiap-tiap kelompok mau tak mau selalu ada yang dominan. Hal ini dikarenakan cara interaksi masing-masing manusia berbeda.ada yang kuat, mudah diterima, dan ada pula yang lemah dan menjadi pasif.